Adhya Tirta Batam Official Website

Melihat Wajah Waduk Duriangkang Dari Dekat 2

Artikel ini diambil dari www.atbbatam.com
Dipublikasikan Pada : 02-JUL-2019 09:01:53,   Dibaca : 2224 kali
Dam Duriangkang merupakan andalan utama suplai air bersih di Batam saat ini. Sekitar 70 persen kebutuhan air bersih ditopang oleh waduk tersebut. Karena itu, keberadaannya sangat vital bagi keandalan suplai air bersih di Batam.

Jika kondisi hutan lindung Dam Duriangkang tak segera ditanggulangi, Presiden Direktur ATB, Benny Andrianto khawatir nasib Dam Baloi akan terulang kembali. Jika itu terjadi, maka kerugian ekonomi dan sosial yang terjadi akan sangat besar.

Salah satu dampak terburuk jika terjadi deforestasi secara besar-besaran adalah meningkatnya aliran air permukaan yang kemudian mengakibatkan tanah di permukaan semakin menipis hingga akhirnya meningkatkan sedimen pada badan air.

Selain sedimentasi, keberadaan hutan juga berdampak langsung pada curah hujan di daerah-dareah tangkapan air. ATB secara rutin mengukur curah hujan di aera tangkapan air. Data tersebut mengungkapkan terjadinya kecenderungan curah hujan yang turun di daerah tangkapan air, seiring turunnya luas hutan yang ada.

Dalam rentang tahun 2008 hingga 2013 rata-rata curah hujan di 5 waduk yang ada di Batam selalu berada di angka 2.000 mm/tahun. Curah hujan di Dam Sei Harapan misalnya, mencapai 2.500 mm/tahun. Curah hujan tertinggi berada di Dam Muka Kuning, mencapai 3.000 mm/tahun.

Pada rentang tahun 2014 hingga 2017, rata-rata curah hujan di seluruh Dam di Batam berada pada angka 1.100 mm/tahun hingga 2.300 mm/tahun. Curah hujan di Dam Sei Harapan hanya 2.300 mm/tahun. Dam Sei Ladi 1.800 mm/tahun. Sementara curah hujan di Dam Muka Kuning yang sempat tinggi hanya 1.800 mm/ tahun pada rentang tersebut.

Hasil pengukuran curah hujan di tahun 2018 kembali menunjukan kecenderungan penurunan. Curah hujan di Dam Sei Ladi misalnya, turun menjadi hanya 1.600 mm/tahun. Curah hujan di Dam Duriangkang juga turun dari rata-rata 2014-2017, dari 1.9000 mm/tahun menjadi 1.800 mm/tahun. Kondisi yang sama berlaku hampir di semua dam.

Di lain pihak, kebutuhan air bersih di Batam terus meningkat seiring pertumbuhan penduduk dengan pertumbuhan industri. Dengan curah hujan yang semakin kecil, dikhawatirkan sumber air baku di Batam juga akan semakin menipis dan tak mampu mengimbangi kebutuhan air yang semakin meningkat.

Karena Batam hanya mengandalkan sumber air baku dari hujan, maka menjaga hutan harus menjadi tanggungjawab bersama. Program menjaga keberadaan hutan harus menjadi bagian dari program strategis semua stakeholder.

"Merevitaliasi waduk tidak akan bisa menjadi satu-satunya solusi. Karena curah hujan sebagai sumber utama air baku di Batam semakin hari semakin menurun. Hutan di Batam harus dijaga dan diperbaiki. Ini harus menjadi bagian dari program prioritas," tegasnya.

ATB sendiri telah melakukan sejumlah langkah untuk memperbaiki kondisi hutan di Batam. Salah satunya dengan menggelontorkan dana Corporate Social Responbility (CSR) atau tanggungjawab sosial perusahaan peduli lingkungan.

Perusahaan pengelola air ini aktif melakukan upaya konservasi lingkungan, terutama di daerah tangkapan air. Sepanjang tahun 2011 hingga 2018, ATB melalui Festival Hijau telah menanam 10.700 pohon di waduk-waduk yang ada di Batam. Tahun 2019 ini ATB akan kembali menanam pohon melalui program tersebut.

Pemerintah dan aparatur penegak hukum memiliki peran paling besar dalam upaya pelestarian hutan. Sanksi tegas sangat efektif untuk mencegah perambahan hutan.

Selain itu, hendaknya proyek infrastruktur yang dilakukan harus berwawasan lingkungan. Pembangunan bukan hanya sekadar memacak beton di atas tanah, melainkan juga memikirkan dampak negatif jangka panjang terhadap lingkungan. Mulai dari pemilihan materil, metode pengerjaan dan fungsinya haruslah bersahabat dengan lingkungan.

"Dengan urgensi tinggi untuk menyelamatkan hutan, rasanya konsep green development harus menjadi role model pembangunan Batam kedepan," ujarnya. (Corporate Secretary)