Adhya Tirta Batam Official Website
 
Fri, 19 Apr 2024
Selamat Datang di Website PT. Adhya Tirta Batam (ATB)
SPARTA Smart Solution ATB, solusi pengelolaan air profesional

Info Grafis

Jangan Tumbang di Bawah Tekanan

Dipublikasikan Pada : 18-MAY-2020 21:45:15,   Dibaca : 4967 kali

Oleh: Ir. Benny Andrianto, M.M. (Presiden Direktur ATB)

"Berlian adalah secuil arang yang mampu bertahan dengan baik di bawah tekanan," (Henry Kissinger)

Tahun 2014 silam Tag Heuer meluncurkan slogan barunya. "Don`t Crack Under Pressure". Jangan retak di bawah tekanan. Slogan ini bukan hanya sekedar kata-kata. Namun bagian dari tekad perusahaan yang tidak mudah hancur, meskipun sedang di bawah tekanan yang besar.

Tag Heuer adalah bagian dari konglomerasi besar Louis Vuitton Moet Hennessy (LVMH) yang telah berdiri sejak tahun 1987. LVMH sendiri bukan perusahaan sembarangan. Dia dikenal sebagai produsen barang-barang mewah.

LVMH mengendalikan sekitar 60 anak perusahaan yang masing-masing mengelola merek bergengsi. Ada sekitar 75 merek dagang terkenal yang bernaung di bawah perusahaan yang bermarkas di Paris, Prancis ini. Tag Heuer, Hublot, Bvlgari, Louis Vuitton, Christian Dior, Hermes, Gucci, Chanel, Kenzo, Givenchy, Rimowa hanya sebagian kecil diantaranya.

Saya yakin Anda salah satu penggunanya atau malah fans berat. Namun saat ini kelompok LVMH sedang mengalami tekanan luar biasa. Pandemi Covid-19 yang sedang merajalela membuat saham perusahaan anjlok 19 persen. Berdasarkan laporan Bloomberg Billionaires Index, pemilik LVMH, Bernard Arnault adalah miliarder yang paling dirugikan.

Anda tahu berapa kekayaannya yang hilang?

Sekitar USD 30 miliar dollar, atau menyentuh angka Rp 500 triliun. Itu sama saja dengan 23 persen dari target pendapatan Indonesia tahun 2020 yang dicanangkan mencapai Rp 2.233,2 Triliun. Wow!

Angka yang sangat Fantastis kan? Bagaimana jika perusahaan Anda yang kehilangan uang sebanyak itu? Stress berat?

Layaknya slogan Tag Heuer "Don`t crack under pressure", ini merupakan tekanan luar biasa. Namun Bernard Arnault, sang CEO itu bukan pria cengeng yang hanya bisa meratapi lenyapnya Rp 500 triliun karena pandemi Covid-19. Dia dikenal sebagai pengusaha ulung yang seringkali berhasil keluar dari tekanan.

LVMH tidak berdiri sendirian. Banyak perusahaan yang juga mengalami hal yang sama di tengah badai Covid-19 yang belum juga reda. Majalah Forbes mencatat, bahwa Covid-19 telah menggerus Rp 11,2 Kuadriliun kekayaan para miliarder dunia.

Siapa saja yang kena imbasnya?

Semua kena imbas. Jeff Bezos, Bill Gates, Jack Ma, siapa saja. Bahkan investor paling sukses sepanjang masa, Warren Buffet, harus menjual seluruh sahamnya di 4 perusahaan penerbangan paling besar di AS.

Bagaimana di dalam negeri?

Tekanan yang berat juga dialami oleh berbagai perusahaan di dalam negeri. Menurut laporan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), ada sekitar 1.700 hotel berpotensi tutup akibat Pandemi Covid-19.

Tapi, ketika di bawah tekanan seperti inilah kualitas sebuah perusahaan diuji. Sebuah perusahaan atau orang akan menunjukan jati dirinya, menunjukkan kelasnya. Arang atau Berlian!

Perusahaan yang mapan tak akan tumbang akibat tekanan. Mereka mampu mencari solusi untuk keluar dan membuktikan diri sebagai perusahaan unggul. Sebaliknya, perusahaan kaleng-kaleng akan langsung menyerah begitu mendapat tekanan dan akan menyalahkan keadaan. Alias cari kambing hitam.

Walaupun telah menjadi benchmark perusahaan air bersih terbaik di Indonesia, ATB juga sering sekali berhadapan dengan tekanan hebat.

Salah satunya terjadi ketika ATB tak mendapat penyesuaian tarif air bersih selama 10 tahunterakhir. Padahal, hampir semua komponen yang mendukung produksi, distribusi dan pelayanan terus mengalami kenaikan dalam 10 tahun terakhir.

Kalau dihitung-hitung, akumulasi Inflasi Indonesia sejak tahun 2010 hinggga 2019 saja sudah mencapai lebih dari 47% persen. Dengan inflasi setinggi itu, harga apa sih yang gak turut terkerek naik?

Barang yang dulu ditahun 2010 berharga 1 juta rupiah saat ini tahun 2020 harganya telah menjadi 1.6 juta. Artinya duit kita hanya memiliki kemampuan membeli senilai 62% dibandingkan kemampuannya membeli saat tahun 2010.

Bahan kimia yang digunakan dalam proses pengolahan air bersih misalnya, sudah naik antara 60 sampai 100 persen dalam 10 tahun ini. Kami tak mungkin mereduksi penggunaan bahan kimia, karena ini merupakan komponen utama dalam proses penjernihan air.

Selain itu, gaji karyawan juga mengalami lonjakan yang sangat hebat dalam 10 tahun terakhir. Tahun 2010 silam, UMK Batam adalah Rp 1.110.000. Sementara tahun 2020 ini, UMK Batam sudah menyentuh angka Rp 4,13 juta. Naik hampir 4 kali lipat.

Sementara itu, ATB tak pernah memberikan upah di bawah UMK Batam. Kami selalu berupaya memberikan gaji yang terbaik. Karena ATB adalah perusahaan yang berkomitmen untuk memandang karyawan sebagai aset yang berharga, bukan sebagai biaya. Selama ini ATB satu satunya perusahaan yang ngga pernah complaint tentang UMK.

Apa lagi?

Tarif listrik juga terus mengalami kenaikan dalam 10 tahun terakhir. Padahal, biaya energi mengambil porsi antara 40-50 persen dari total biaya produksi.

Masih banyak komponen-komponen biaya yang juga mengalami kenaikan dalam 10 tahun terakhir. Tak perlu saya jabarkan satu persatu, karena akan sangat panjang.

ATB bukan perusahan kaleng-kaleng. Yang kalau tak mendapat penyesuaian tarif, lalu menurunkan kualitas layanan, sambil mengancam akan menghentikan layanan. Tidak, kami tidak seperti itu. Padahal penyesuaian tarif itu adalah bagian dari perjanjian konsesi yang harusnya kami dapatkan.

ATB memilih untuk mencari jalan keluar dari tekanan tersebut, tanpa harus mengurangi kualitas pelayanannya. Alih-alih berkurang, kualitas pelayanan malah semakin baik. Itu komitmen yang kami pegang. Pada saat yang sama saat Batam tidak memiliki air baku yang cukup.

Tahun 2014 saja kami sudah menggunakan air hingga 99 juta meter kubik, sementara air yang tersedia hanya 100 juta meter kubik. Pelanggan telah naik dari 227 ribu tahun 2014 menjadi 290 ribu di tahun 2019.

Sementara cadangan air baku tetap 100 juta kubik hingga saat ini. Seharusnya kita sudah kekurangan air sejak tahun 2015 yang lalu.

Kita semua beruntung. ATB sangat bisa diandalkan. Buktinya hingga saat ini kita masih bisa menikmati layanan air dengan baik. Saya yakin tidak semua sadar akan kondisi ini.

Di tengah tekanan itu, Teknologi Smart Water Management System kami terapkan secara konsisten, dan secara kontinyu kami kembangkan. Hasilnya ATB bukan malah terpuruk di bawah tekanan, tapi justru menjadi perusahaan pengelola air bersih paling profesional dan efisien di Indonesia.

Kami tidak mengorbankan pelayanan pelanggan karena ada tekanan. Tapi kami memilih untuk jadi lebih profesional dan efisien untuk dapat keluar dari tekanan tersebut. Pilihan ini, belum tentu mampu dijalankan oleh perusahaan air bersih yang lain.

Sekarang, Batam mendapat manfaat yang sangat besar. Tarif air bersih di kota ini termasuk yang paling murahdi Indonesia. Bahkan lebih rendah dari kota-kota besar seperti Jakarta, Medan, Banjarmasin dan kota lainnya. Dan lebih rendah bila dibandingkan dengan tarif di tahun 1995!

Namun dengan harga yang sangat murah itu, penduduk Batam bahkan mendapat pelayanan air bersih yang paling baik. Dengan coverage area mencapai 99,5 persen, kebocoran hanya 14 persen, dan kontinuitas air bersih 23,7 jam perhari.

Tahun ini ATB akan menyerahkan kontrak konsesi pengelolaan air bersih kepada BP Batam dalam kondisi yang sangat Excelent. Dari ATB tak terganti, yang masih menyandang predikat perusahaan terbaik di Indonesia. Perusahaan profesional yang mampu keluar dari tekanan.

Mampukah perusahaan berkelas Berlian ini bertahan dibawah tekanan? Atau menyerah menjadi Arang dikemudian hari?

Mari kita pikirkan. Salam Kopi Benny. (*)




Copyright © 2016 Adhya Tirta Batam. All Rights Reserved. Situs didesain oleh Internal Developer PT. Adhya Tirta Batam