Keledai Tak Terantuk Dua Kali di Lubang Yang Sama
Artikel ini diambil dari www.atbbatam.com
Dipublikasikan Pada : 08-MAR-2020 20:25:27,
Dibaca : 6571 kali
Oleh: Ir. Benny Andrianto, M.M. (Presiden Direktur ATB)
"Cara paling mulia menjadi bijak dengan refleksi diri, Cara terburuk menjadi bijak adalah belajar dari pengalaman pahit". (Confusius)
Kota Wuhan, di Provinsi Hubei, Tiongkok mendadak menjadi sangat terkenal. Kota ini telah menjadi "Ground Zero" virus Corona, 2019-nCOV. Virus baru yang telah membuat orang di seluruh dunia terancam ketakutan.
Keberadaan virus ini telah terindikasi sejak awal Desember 2019 lalu dan mulai merebak. Tak perlu waktu lama, memasuki Februari 2020, New York Times mencatat ada 1.016 jiwa asal Tiongkok meregang nyawa akibat terjangkit virus Corona.
Kini, Corona telah menjadi pandemik. Tidak hanya di Tiongkok, tapi virus ini telah menjadi wabah di seluruh dunia. Secara keseluruhan, sudah ada 16 negara yang terpapar Corona. Diantaranya adalah negara-negara maju seperti Korea Selatan, Italia dan Singapura. Tidak terlewatkan juga Indonesia.
Tentu saja penyakit ini tak mengenal negara maju atau tidak. Negara kaya atau miskin. Dia akan menyerang semua orang yang memiliki daya tahan tubuh yang lemah dan tak menjaga kebersihan.
Per tanggal 7 Maret 2020, sudah 100.656 penduduk bumi terjangkit virus Corona. 3.411 diantaranya meninggal dunia, dan 55.753 penderita berhasil disembuhkan.
Namun dibalik kisah sedih ini, ada cerita lain yang menarik perhatian. Apa itu?
Terjadi kepanikan luar biasa di berbagai daerah. Kepanikan ini sampai mendorong banyak orang melakukan sejumlah tindakan yang tak rasional. Memborong masker besar-besaran untuk kebutuhan sendiri.
Bahkan, ada yang melakukan Panic Buying, dengan memborong kebutuhan pokok dalam jumlah besar. Mereka menimbun untuk kebutuhannya sendiri, tak peduli orang lain. Karena merasa takut keluar rumah dalam waktu yang lama.
Yang lebih menyakitkan adalah perilaku sekelompok orang yang justru memanfaatkan situasi ini. Mereka mengesampingkan etika, demi mendulang untung sebesar-besarnya. Menimbun masker, kemudian menjualnya kembali dengan harga yang sangat fantastis.
Inilah yang kita sebut dengan mengail di air keruh. Mengambil kesempatan di atas penderitaan orang lain. Mengorbankan pihak lain yang lebih membutuhkan.
Mendadak manusia menjadi begitu egois. Sebagian orang hanya memikirkan dirinya sendiri, dan menolak kerabatnya yang akan datang ke Indonesia hanya gara-gara takut tertular.
Apakah kepanikan ini beralasan?
Mari kita lihat faktanya. Jika melihat lebih dari 100 ribu orang yang tertular Corona, hanya 3 persen yang tidak terselamatkan. Sementara lebih dari 90 persen masih berpeluang untuk disembuhkan. Kepanikan yang berlebihan justru membuat kondisi ini jadi sangat memprihatinkan dan menunjukkan kita belum dewasa.
Kita lupa, bahwa Indonesia adalah Negara yang penuh toleransi. Namun ketika musibah datang, dimana kata toleransi itu? Corona bukan hukuman mati!
Musibah memang jadi alat uji yang efektif untuk mengukur kedewasaan dan kematangan kita. Bagaimana kita bisa saling peduli, tanpa mementingkan kepentingan diri sendiri.
Tidak lama lagi Batam juga akan mengalami musibah yang kurang lebih sama. Tentu bukan karena Virus Corona. Kita tahu, air di Waduk Duriangkang telah menyusut sedemikian dalam. Saat ini, elevasinya telah berada di level -3,07 meter di bawah bangunan pelimpah air.
Sedangkan kita hanya bisa mengambil air hingga -5,0 meter. Tersisa kurang dari 2 meter lagi. Bahkan lebih