Adhya Tirta Batam Official Website

Mindset Penentu Perilaku

Artikel ini diambil dari www.atbbatam.com
Dipublikasikan Pada : 04-MAY-2020 22:31:04,   Dibaca : 4887 kali
Oleh: Ir. Benny Andrianto, M.M. (Presiden Direktur ATB)

"Sistem yang buruk akan mengalahkan orang baik setiap saat," (DR. W. Edwards Deming)

Siapa bilang orang Indonesia itu tak disiplin? Siapa bilang tak tertib? Nyatanya, bisa tertib juga kok. Malah sangat disiplin. Kapan itu terjadi?

Saat berkunjung ke Singapura. Coba saja perhatikan. Tak ada yang berani merokok di sembarang tempat. Menyeberang jalan pasti dititik yang sudah ditentukan. Buang sampah di tempatnya. Bahkan Ketika harus mengantri panjang, tertibnya bukan main.

Tapi kalau sudah kembali ke Indonesia, perilaku tertib itu mendadak hilang. Mendadak ngga disiplin. Merokok dimana saja. Masih tetap buang sampah sembarangan. Masih suka nerobos lampu merah.

Sebaliknya juga orang Singapura, ternyata tak tertib-tertib amat. Kalau di Negaranya mereka patuh terhadap aturan, beda cerita saat berkunjung ke Indonesia. Perilaku tertib itu mendadak pudar.

Kok bisa begitu ya? Apa yang mempengaruhi? Apakah gara-gara nyebrang laut semuanya hilang ya?

Ternyata, sistem yang diterapkan di Singapura telah membuat kita secara otomatis mengubah perilaku. Sistem ini telah diterapkan dalam waktu yang lama, konsisten dan berkelanjutan. Sehingga membentuk sebuah tatanan yang mapan di negara tersebut.

Tatanan inilah yang kemudian mempengaruhi mindset siapa saja yang ada di negara tersebut. "Kalau berada di Singapura, berarti harus tertib," begitu kira-kira yang ada dalam benak kita saat berada di sana.

Sebaliknya, sistem yang diterapkan di Indonesia tidak seperti Singapura. Tak diterapkan secara konsisten dan tidak berkelanjutan. Ditambah lagi, perangkat yang mendukung terlaksananya sistem tersebut juga minim.

Sehingga, ketika ada yang melanggar sistem, tidak ada konsekuensi. Sehingga mindset yang terbentuk cenderung abai dan tak peduli terhadap aturan. "Ah sudahlah, terobos aja lampu merah ini. Gak ada Polisi kok,".  "Gak apa-apalah buang sampah sembarangan. Lagian nanti ada yang membersihkan," begitu kira-kira ucapan yang kita dengar.

Sistem memang mempengaruhi mindset. Dan pada akhirnya mempengaruhi perilaku. Tidak hanya di lingkungan sosial, sistem juga memiliki peran strategis dalam korporasi.

Kita dapat belajar dari pengalaman tumbangnya Nokia mengenai hal ini. Sistem operasi Symbian pernah membawa Nokia ke puncak kejayaan. Menguasai lebih dari 50 persen pasar ponsel di dunia dan dijual di 130 negara.

Beberapa seri ponsel Nokia juga pernah dianggap sebagai simbol kemakmuran dan kemapanan. Salah satunya seri Communicator.

Seri Communicator ini merupakan tentengan hampir semua orang-orang penting di eranya. Pejabat, pengusaha, anggota dewan. Pokoknya kaum-kaum elitlah. Rasanya belum kelihatan mentereng kalau belum punya Nokia Communicator.

Tahun 2007 misalnya, pembeli pertama Nokia Communicator Seri E90 rela merogoh kocek Rp 45 juta (USD 5 ribu saat itu) demi mendapatkan ponsel tersebut pada lelang di Jakarta.
Fantastis kan?

Namun kehadiran Sistem Operasi IOS yang digunakan Iphone mengusik kemapanan sistem yang digunakan Nokia. Posisi Nokia semakin terancam ketika Google juga memperkenalkan Sistem Operasi baru yang diberi nama Android.

Kehadiran dua sistem baru ini tidak direspon dengan cepat oleh Nokia. Perusahaan tak bereaksi mengganti sistem. Mengapa?

Manajemen Nokia sadar, bahwa mengganti sistem bukan hal yang mudah. Butuh waktu bertahun-ta