Non-Revenue Water (NRW) atau air tak berekening menjadi salah satu masalah kronis yang dihadapi oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) di seluruh Indonesia. NRW adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan air yang diproduksi oleh PDAM tetapi tidak menghasilkan pendapatan karena kebocoran, pencurian, atau kesalahan pengukuran. Fenomena ini tak hanya merugikan secara finansial tetapi juga menghambat upaya pemerintah dalam menyediakan akses air bersih yang merata bagi masyarakat. Meski berbagai upaya telah dilakukan, kebocoran ini tampaknya tak pernah ada habisnya. Mengapa demikian?
Akar masalah NRW seringkali berawal dari infrastruktur yang sudah tua dan tidak terawat dengan baik. Banyak PDAM di Indonesia masih menggunakan pipa-pipa yang telah berusia puluhan tahun, yang membuatnya rentan terhadap kerusakan dan kebocoran. Menurut penelitian dari Asian Development Bank (ADB), infrastruktur air yang tidak memadai merupakan salah satu penyebab utama tingginya angka NRW di negara berkembang, termasuk Indonesia. Dalam banyak kasus, upaya perbaikan hanya bersifat sementara, sehingga kebocoran terus berulang.
Selain itu, kelemahan dalam manajemen juga turut memperparah masalah ini. Pengelolaan yang kurang efektif dalam hal pemeliharaan infrastruktur, monitoring, dan deteksi dini kebocoran menyebabkan masalah NRW menjadi sulit diatasi. Seringkali, PDAM kekurangan sumber daya manusia yang kompeten dan teknologi yang memadai untuk mengidentifikasi dan memperbaiki kebocoran dengan cepat. Ini diperburuk oleh kurangnya kesadaran dan perhatian terhadap pentingnya pengelolaan air yang efisien.
Pengalaman dari PT Adhya Tirta Batam (ATB) memberikan gambaran nyata tentang bagaimana pengelolaan yang baik dapat mengurangi NRW secara signifikan. ATB telah menerapkan teknologi canggih dan sistem manajemen yang efisien untuk mengidentifikasi kebocoran lebih awal dan memperbaikinya sebelum masalahnya membesar. Misalnya, ATB menggunakan perangkat deteksi kebocoran berbasis sensor yang memungkinkan tim teknis untuk segera mengetahui lokasi kebocoran dan menindaklanjutinya. Berkat langkah-langkah ini, ATB berhasil menurunkan angka NRW di Batam hingga mencapai tingkat yang jauh lebih rendah dibandingkan rata-rata nasional.
Namun, teknologi saja tidak cukup. Dibutuhkan juga perubahan budaya kerja di dalam PDAM itu sendiri. Para ahli manajemen air menekankan pentingnya pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia yang berkelanjutan. Tanpa tenaga kerja yang terampil dan berpengetahuan, teknologi tercanggih pun tidak akan memberikan hasil yang optimal. Di ATB, pelatihan reguler dan program pengembangan profesional menjadi bagian integral dari upaya mengurangi NRW.
Kendala lain yang dihadapi PDAM adalah masalah finansial. Banyak PDAM di Indonesia berada dalam kondisi keuangan yang sulit, sehingga mereka kesulitan untuk melakukan investasi besar dalam infrastruktur dan teknologi. NRW yang tinggi semakin memperburuk situasi ini karena menurunkan pendapatan yang bisa digunakan untuk investasi. Lingkaran setan ini seringkali menjadi penyebab mengapa masalah kebocoran air terus berulang tanpa solusi yang tuntas.
Lebih lanjut, hambatan regulasi juga mempersulit upaya pengendalian NRW. Di beberapa daerah, kurangnya dukungan dari pemerintah daerah dan kerangka regulasi yang tidak mendukung membuat PDAM sulit untuk bertindak cepat dan efektif. Padahal, kebijakan yang jelas dan dukungan penuh dari pemerintah merupakan faktor penting dalam keberhasilan pengurangan NRW.
Untuk mengatasi masalah NRW, diperlukan pendekatan yang menyeluruh dan terkoordinasi. Menurut Dr. Asit K. Biswas, seorang pakar air internasional, penanganan NRW harus mencakup perbaikan infrastruktur, penguatan manajemen, peningkatan kapasitas sumber daya manusia, serta dukungan kebijakan yang kuat. Tidak ada solusi tunggal yang dapat menyelesaikan masalah ini; semua elemen harus bekerja bersama untuk mencapai hasil yang maksimal.
Terakhir, kesadaran masyarakat juga perlu ditingkatkan. Air adalah sumber daya yang semakin langka, dan setiap tetes yang hilang berarti semakin banyak orang yang tidak bisa mendapatkan akses air bersih. Kampanye kesadaran tentang pentingnya konservasi air dan dukungan terhadap upaya pengendalian NRW bisa menjadi bagian penting dari solusi jangka panjang.
Dalam kesimpulannya, NRW di Indonesia adalah masalah kompleks yang memerlukan pendekatan multidimensi untuk diatasi. Dari infrastruktur yang lebih baik hingga manajemen yang lebih kuat, teknologi canggih, serta dukungan kebijakan dan masyarakat, semua faktor ini harus berjalan bersama. Pengalaman dari ATB menunjukkan bahwa dengan upaya yang tepat, masalah ini dapat dikendalikan, meski perjalanan menuju air yang efisien dan tanpa kebocoran masih panjang. (Dona Andreani_Business Development)