Dalam keseharian, masyarakat Indonesia menikmati berbagai layanan publik, seperti air minum, listrik, dan telekomunikasi. Namun, ketika membandingkan kualitas layanan ini, sering kali air minum yang disediakan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dianggap tertinggal. Berbeda dengan layanan listrik atau telekomunikasi yang cenderung lebih stabil dan responsif, pelayanan air minum dari PDAM masih sering menghadapi berbagai masalah. Mengapa hal ini bisa terjadi?
Salah satu faktor utama yang membedakan kualitas pelayanan PDAM dengan layanan publik lainnya adalah kondisi infrastruktur. Menurut Dr. Harianto Wirawan, pakar infrastruktur publik, jaringan distribusi air PDAM di banyak daerah di Indonesia sudah tua dan kurang terawat, sehingga sering terjadi kebocoran dan gangguan pasokan. Sebaliknya, perusahaan penyedia listrik dan telekomunikasi terus melakukan investasi besar-besaran dalam perbaikan dan modernisasi infrastruktur mereka, yang memungkinkan mereka memberikan layanan yang lebih andal.
Manajemen yang efektif juga menjadi pembeda penting. PT Adhya Tirta Batam (ATB) telah menunjukkan bagaimana manajemen yang baik dapat membawa perubahan signifikan dalam pelayanan air minum. ATB, yang dikenal sebagai salah satu perusahaan air minum terbaik di Indonesia, telah berhasil mengintegrasikan teknologi canggih dalam pengelolaan air minumnya. Ini termasuk sistem pemantauan real-time dan manajemen pelanggan yang efisien, yang membuat mereka mampu bersaing dengan penyedia layanan publik lainnya. Namun, sayangnya, banyak PDAM di Indonesia masih tertinggal dalam hal manajemen dan adopsi teknologi ini.
Regulasi dan dukungan pemerintah juga memegang peranan penting dalam kualitas pelayanan publik. Sektor listrik dan telekomunikasi umumnya mendapat perhatian lebih besar dari pemerintah dalam hal regulasi dan investasi, terutama karena dampak ekonomi yang langsung dari kedua sektor ini. Di sisi lain, sektor air minum sering kali kurang mendapatkan prioritas yang sama, baik dalam hal peraturan yang mendukung peremajaan infrastruktur maupun penyediaan dana investasi. Hal ini menyebabkan PDAM kesulitan dalam meningkatkan kualitas layanannya.
Faktor lain yang membuat PDAM kalah saing adalah kurangnya partisipasi dan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya menjaga instalasi air dan melaporkan masalah secara cepat. Sektor telekomunikasi, misalnya, telah berhasil membangun kesadaran di kalangan pelanggan untuk selalu memperbarui perangkat mereka dan melaporkan gangguan layanan. Namun, pada sektor air minum, edukasi masyarakat masih perlu ditingkatkan agar pelanggan lebih proaktif dalam menjaga instalasi air dan bekerja sama dengan PDAM dalam meminimalisir kebocoran.
Meski demikian, pengalaman ATB menunjukkan bahwa dengan manajemen yang efektif, adopsi teknologi yang tepat, dan dukungan yang memadai, PDAM dapat bersaing dengan layanan publik lainnya. Keberhasilan ATB menjadi bukti bahwa kualitas pelayanan air minum bisa ditingkatkan jika ada komitmen dari semua pihak, termasuk PDAM sendiri, pemerintah, dan masyarakat. Tantangan yang ada tidak seharusnya menjadi alasan bagi PDAM untuk terus tertinggal, melainkan menjadi motivasi untuk terus berinovasi dan memberikan layanan terbaik bagi masyarakat. (Dona Andreani_Business Development)